Hasrat

Hasrat, ada pada setiap orang. Bedanya, hanya pada “orientasinya”, selain itu, ada “hasrat besar dan kecil”. Boleh saja, punya keinginan besar, tetapi jangan ambisius, sehingga memilih jalan aneh, tidak halal, lagi pula tidak disukai banyak orang.

Berjuang untuk hasrat, itu lumrah, sebab manusia punya “nafsu”, sejauh masih ada “nafsu” maka akan selalu ada alasan untuk mendapatkan keinginan. Seperti halnya ketika ada rasa “takut”, akan selalu ada alasan untuk menghindarinya.

Mewujudkan keinginan, adakalanya hati gembira, sebab menikmati proses yang full tantangan. Sebaliknya, mengejar hasrat, membuat jiwa lelah. Apalagi hasrat itu terlalu besar, maka butuh energi yang besar juga, dan sebanding dengan ekspektasi.

Apabila dicermati, hampir setiap saat hidup kita disibukkan untuk mengejar hasrat. Bahkan, psikis dan fisik terlihat letih dan lelah, seperti kehilangan kekuatan.

Bahkan, lebih dari itu, hasrat itu berbenturan dengan hasrat orang lain, sehingga terjadi perdebatan, tidak jarang terjadi konflik.

Hasrat besar, butuh energi besar, dan agak lelah mengejarnya. Apalagi, memaksa agar hasratnya dipenuhi. Tentu saja, akan muncul “challange”, ” obstacle” dan “conflict”

Wajar, manakala yang diperjuangkan hasratnya sendiri. Dan wajar juga, lelah akan diperoleh.

Dalam konteks hasrat, ada juga yang aneh, bahkan miris. Dimana orang tidak mengerti “hasrat siapa” yang sedang diperjuangkannya. Dia terlelap, seperti tidak mampu menilai. Bahwa, yang diperjuangkan itu hasrat orang lain.

Hidupnya lebih letih lagi, setelah disibukkan oleh hasratnya. Dan pada saat yang sama berjuang untuk hasrat orang lain. Pada dirinya, gelora hasrat orang lain memuncak.

Berjuang untuk hasrat sendiri, itu sudah melelahkan, belum lagi berjuang untuk hasrat orang lain. Akan berbeda, yang kita perjuangkan itu punya manfaat untuk semua, dan bukan untuk kepentingan satu orang.