EPOCHAL KOSMOLOGI secara sederhana dapat diartikan dengan “Titik titik pemberhentian sementara alam dunia.” Di dalam filsafat proses, alam dunia merupakan suatu realitas yang bersifat dinamis, dan merupakan suatu proses yang terus menerus “menjadi” (a process of becoming).
Alam dunia dengan segala isi yang ada di dalamnya, merupakan suatu rangkaian peristiwa. Alam dunia terus berubah dalam pusaran waktu, dan waktu, tidak pernah berhenti walaupun sejenak. Di dalam pengertian “proses”,terkandung makna adanya perubahan berdasarkan mengalirnya waktu (temporal change).
Dan kegiatan di alam dunia, senantiasa saling berkaitan (interconnected activities). Semua proses itu merupakan proses “organis”, artinya ada saling keterkaitan antara unsur unsur yang membentuknya.
Dan keseluruhan wujud yang ada di alam dunia ini, bukan hanya sekadar penjumlahan unsur unsur bagiannya semata (The whole is not equivalent to the sum of its parts), melainkan juga sekaligus merupakan pengenalan kepada para hamba tentang adanya Yang Maha Wujud, yaitu Allah swt., dimana setiap yang wujud diperintahkan untuk sujud dan beribadah kepada-Nya.
Kitab suci al Qur’an, di dalam surat al Najm (53), ayat 62, menyebutkan “Fasjuduu Lillahi Wa’buduu.” Artinya, “Maka sujudlah kamu sekalian kepada Allah swt dan beribadahlah kamu sekalian kepada-Nya. “Seluruh realitas alam dunia dan para hamba yang menghuninya, adalah bersifat dinamis.
Setiap peristiwa di alam dunia ini, dipertahankan dalam perpaduan organis. Setiap satuan aktual, berusaha mengaktualisasikan dirinya sendiri, berdasarkan data yang diwarisinya dan tentunya mengacu pada cita cita diri (subjective aim) yang bersumber dari Allah swt., Tuhan yang Maha Pencipta, dalam aspeknya yang primordial. Oleh karenanya, di alam dunia ini, bukan hanya manusia saja yang sujud kepada Allah swt., tetapi semua makhluk ciptaan Allah swt sujud kepada-Nya, sebagaimana yang Allah jelaskan di dalam surat al Hajj(22),ayat 18, yang artinya, “Tidakkah kamu tahu bahwa sujud kepada Allah swt siapa yang ada di langit dan di bumi, sujud pula kepada Allah swt matahari, bulan, bintang bintang, gunung gunung, pohon pohon, hewan hewan melata, dan banyak manusia.Tetapi banyak manusia yang pantas mendapatkan adzab.
Dan siapapun yang dihinakan Allah swt., maka tidak ada baginya yang dapat memuliakan. Sesungguhnya Allah swt berbuat apa saja yang Dia kehendaki. “Di samping itu, semua satuan aktual di alam dunia ini, juga bertasbih dan bertahmid memuji Allah swt., seperti yang termaktub di dalam surat al Isra'(17), ayat 44, yang artinya, “Bertasbih kepada-Nya langit yang tujuh lapis dan bumi dan siapa yang ada di dalamnya.Dan tidak ada sesuatupun, melainkan bertasbih memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak paham tasbih mereka.”Dalam hal ini, satuan aktual khusus genus manusia, harus menyadari, bahwa bukan hanya mereka manusia yang sujud, bertasbih dan bertahmid kepada Allah swt., melainkan semua satuan aktual dari semua makhluk Allah sujud, bertasbih dan bertahmid kepada-Nya.
Dengan demikian, semua manusia, memiliki pengalaman tentang kealpaan untuk sujud, bertasbih dan bertahmid kepada-Nya. Namun yang perlu diperhatikan, bahwa “kealpaan” itu bukanlah “kealpaan” yang permanen, melainkan hanya sebuah ephocal (titik berhenti sementara)dari proses perjalanan kehidupan setiap manusia. Dengan demikian, ephocal kosmologi, tidak mengimplikasikan suatu “continuity of becoming”(menjadi yang berkelanjutan), melainkan suatu “becoming of continuity” (berkelanjutan yang menjadi), seperti firman Allah swt di dalam surat al Hijr (15), ayat 99,yang artinya, “Beribadahlah kepada Allah yang Maha Memelihara dirimu, sampai datangnya al yaqin (kematian). Artinya, jika hamba “alpa” dan “khilaf”, sifatnya hanya ephocal (titik henti sementara), Selanjutnya, harus beristighfar memohon ampunan dan bertobat, lalu menegakkan ibadah kepada Allah swt., sampai akhir hayat yang ideal, yaitu dalam keadaan husnul khatimah (akhir hayat yang baik).Wallahu’alam.




