Abu Chik Diglee

image

Filius Dei Dulcis

Oleh : Abu Chik Diglee

FILIUS DEI DULCIS artinya putra langit yang suci. Filius Dei Dulcis, adalah sebutan orang Mongol untuk Temujin (Ghengis Khan/raja yang perkasa).Bagi orang Mongol, Ghengis Khan adalah satu satunya pemimpin agung (venerabilis) di bumi.

John Man, dalam The secret History menuliskan, “langit dan bumi sepakat bahwa Temujin(Ghengis Khan), adalah raja dari segala tanah bumi.” Suatu masa dalam rentang sejarah, Cucu dari Ghengis Khan, yang bernama Hulagu Khan berhasil merebut Baghdad dan menghancurkan Dinasti Abbasiyah pada tahun 1258.M. Hulagu Khan meneruskan cita cita kakakeknya, Genghis Khan yang pernah gagal
di tahun 1209 M pada saat ingin menaklukkan ummat Islam di Turki, Fergana, dan Samarkand, karena dihadang oleh pasukan Sultan Alauddin dari Dinasti Khawarizm.

Hulagu Khan adalah saudara kandung dari Kubilai Khan, yang pernah mengirimkan pasukannya ke Nusantara pada era Majapahit, tetapi dapat ditaklukkan dan diusir dari Nusantara. Kekuasaan bangsa Mongol atas Baghdad, merubah Baghdad dari pusat ibukota Dinasti Abbasiyah menjadi sebuah provinsi yang diberi nama Iraq al Arabi. 37 tahun bangsa Mongol menguasai Baghdad, semua kemasyhuran dan kenyamanan Baghdad yang pernah dirasakan masyarakat Muslim pada era al Makmun dan Harun al Rasyid punah bak serpihan debu.

Bangsa Mongol membantai ribuan penduduk Baghdad, menghancurkan kota, memperkosa perempuan, membakar perpustakaan, merampas tanah masyarakat yang subur, menaikkan pungutan pajak.Buku buku dibakar dan para ulama serta ilmuwan dibunuh, selanjutnya dibuang ke sungai Tigris. Sehingga air sungai Tigris berwarna hitam kemerahan, percampuran antara tinta dan darah ulama yang dibantai.

Hanya ada satu sekolah di Baghdad yang luput dari penghancuran Mongol, yaitu Madrasah Nizamiyah. Dari Madrasah Nizamiyah inilah, secara perlahan keilmuan Islam nantinya kembali bangkit di Baghdad, meskipun pasca kejatuhan Baghdad, banyak ummat Islam yang sempat frustasi dan akhirnya lebih banyak memilih jalan sufistik daripada saintifik.

Bangsa Mongol, yang awalnya hanya bangsa penggembala hewan, berhasil menaklukkan banyak wilayah. Kekuasaan Mongol, membentang dari Asia Tengah sampai Siberia Selatan, Tibet Utara, Mancuria Barat, Turkistan Timur, sampai akhirnya menguasai Baghdad, yang pada masa itu merupakan pusat kekuasaan Islam Dinasti Abbasiyah.

Kejayaan ummat Islam yang diwakili oleh Dinasti Abbasiyah di Baghdad, jatuh karena beberapa faktor internal, disamping oleh faktor eksternal (perang salib dan penaklukkan oleh Mongol), seperti perebutan kekuasaan antara klan Arab dengan klan Persia, lahirnya dinasti dinasti kecil, kemerosotan ekonomi, lahirnya aliran aliran sesat, seperti Manuisme, Zoroasterisme, Madzdakisme, dan gerakan zindiq.

Konflik terbuka Sunni – Syi’i.Dan persaingan segitiga kekuasaan, diantara dinasti Islam itu sendiri, yaitu, Bani Abbasiyah di Baghdad dengan dinasti Umayah II di Cardoba dan Dinasti Fathimiyah di Mesir. Penyakit “perpecahan”di dalam internal ummat Islam, sepertinya masih terus meracuni tubuh mereka, dan belum tersembuhkan sampai hari ini. Di sisi yang lain, para sejarawan mencatat, bahwa Keberanian, kebiadaban, soliditas, dan kepatuhan kepada pimpinan, adalah empat kata kunci kesuksesan Mongol, dalam menguasai belahan dunia pada zamanya, meskipun kemenangan Mongol itu adalah “kelam, pekat, dan kegelapan niradab.”Semoga setiap kita dapat kiranya lebih banyak bercermin kepada sejarah, baik yang gemilang maupun yang suram. Bahkan meskipun terkadang, cermin sejarah itu ada yang retak.Wallahu’alam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts

Abu Chik Diglee

Tgk. Dr. H. Zulkarnain, MA

Abu Chik Diglee, nama lengkapnya Tgk. H. Dr. Zulkarnain, MA. Selain memimpin Majelis Ratib Haddadiyah, Abu Chik Diglee menjabat sebagai Ketua Prodi Hukum Keluargan Islam (HKI) Pascasarjana IAIN Langsa.

Popular Sinopsis Abu Chik Diglee

Post Terbaru