Abu Chik Diglee

image

Hawa Nafsu

Oleh : Abu Chik Diglee

HAWA NAFSU di dalam terminologi al Qur’an disebut dengan istilah al Hawaa. Di antara ayat al Qur’an, yang bercerita tentang hawa nafsu adalah surat al Naazi’aat(79), ayat 40-41, yang berbunyi, “Wa amma man khaafa maqaama rabbihi wa nahaa al nafsa ‘an al hawaa, fainna al jannata hiyal ma’waa.” Artinya, ” Dan adapun orang orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya, dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya, surgalah tempat tinggalnya.”

Imam al Qusyairi mengatakan, kebangkitan hawa nafsu seorang hamba, menyebabkan pancaran cahaya hati yang mendatangkan suka cita jiwanya dihadapan Allah swt akan sirna.

Syekh Dzun Nuun al Mishry, mengatakan, “salah satu kunci ibadah adalah tafakur, dan tanda akan tercapainya tujuan adalah perlawanan terhadap hawa nafsu”. Syekh Ibnu Atha’ mengatakan,”Hawa nafsu berkecendrungan kepada prilaku kejahatan.”

Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam al Hakim dan imam al Dailami, dari Jabir bin Abdillah, Nabi saw bersabda yang artinya, “Hal yang paling aku takutkan kepada ummatku adalah mengumbar hawa nafsu, dan lamunan yang panjang.Mengumbar hawa nafsu, memalingkan manusia dari al Haq, sedangkan lamunan yang panjang, membawa orang lupa kepada akhirat.Karena itu ketahuilah, bahwa melawan hawa nafsu itu adalah modal bagi ibadah.”

Syekh Abu Hafs mengatakan, “Barangsiapa memberikan perhatian kepada hawa nafsunya, dan menyetujui sebagian darinya, maka hal itu identik dengan menghancurkan dirinya sendiri.”

Syekh Sahl bin Abdullah mengatakan, “Tidak ada ibadah di sisi Allah swt yang lebih utama daripada menentang hawa nafsu.” Syekh Abul Abbas al Baghdady menuturkan, bahwa kakeknya menasihati dirinya, “Awal bencana bagi seorang hamba adalah rasa puasnya terhadap keadaan dirinya.”

Dinamika kehidupan para hamba, tidak terlepas dari tujuh bingkai variatif hawa nafsu, yaitu, Amarah (memerintah kepada keburukan), lawamah (menyesali maksiat dan dosa), mulhimah (memperoleh ilham kebaikan), muthmainnah (tenang, tentram, terhindar dari madzmumah), Radhiyah (ridha terhadap.

Ketentuan Allah), mardhiyah (memperoleh ridha Allah), dan kamilah (batin telah bersih dari segala madzmumah). Siapapun dan apapun realitas diri kita, semoga dapat kembali kehadirat Allah swt., dalam bingkai firmanNya yang ada di dalam surat al Fajr(89), ayat 28, berikut ini, “Irji’ii ila rabbiki raadhiyatan mardhiyah.” Artinya, “Kembalilah kepada Rabbmu, dengan ridha dan diridhahi.” Wallahu’alam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts

Abu Chik Diglee

Tgk. Dr. H. Zulkarnain, MA

Abu Chik Diglee, nama lengkapnya Tgk. H. Dr. Zulkarnain, MA. Selain memimpin Majelis Ratib Haddadiyah, Abu Chik Diglee menjabat sebagai Ketua Prodi Hukum Keluargan Islam (HKI) Pascasarjana IAIN Langsa.

Popular Sinopsis Abu Chik Diglee

Post Terbaru