Menakar Fenomena Syukuran

Bersyukur atas yang didapat dari usaha halal, maka nikmat itu pantas di syukuri. Tuhan memberikan rezeki dan kemuliaan karena usaha halal-nya. Jika rezeki itu di syukuri maka tuhan tambahkan lagi nikmat untuk dirinya.

Usaha keras untuk meraih mimpi, atau sebut saja usaha meraih keinginan dengan cara tidak halal dan berhasil. Lalu, apakah pantas dan layak “keberhasilan itu disebut rezeki halal’. Atau setidaknya ramai ramai orang bilang, “itu sudah rezekinya”, berkonotasi positif.

Padahal, dia yang meraih sukses tahu persis usahanya tidak halal dan orang lain pun tahu, itu tidak halal. Lalu menutup mata, lantas ramai – ramai mengucapkan “selamat ya, sukses ya”, berkonotasi positif.

Lalu, orang yang meraih sukses itu membuat acara syukuran. Padahal dia tahu keberhasilan itu diperoleh dengan lobby, berbohong, negoisasi, kompromi, deal, nepotisme, dan menjegal patner-nya dalam berjuang. Apakah acara syukuran itu layak dilakukan.

Atau, misalnya dalam acara syukuran itu dia menghadirkan ustazd dan berdoa sebagai bentuk rasa syukur. Fenomena ini, bukankah sama halnya seperti meminta tuhan untuk melegalkan strategi tidak halalnya. “apakah tuhan tidak tahu usaha tidak halalnya”. Atau acara itu dapat disebut bentuk dari penghapusan dosa-nya. Atau, dia sedang berpolitik dengan tuhan.

Dalam berjuang untuk meraih sukses, harus dengan cara halal, strategi halal. Maknanya ikut aturan dan tunjukkan kemampuan halal yang di miliki. Dan jangan gunakan kemampuan tidak halal. Rasa syukur hanya pantas bagi orang yang mendapatkan rezeki halal.

Related Posts

Comments 1

  1. DevOps says:

    447446 84904youve got an important weblog proper here! would you wish to make some invite posts on my weblog? 843809

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Post Terbaru