MURTAD secara sederhana dapat dipahami keluar dari agama Islam dan masuk ke dalam agama lain. Di dalam al Qur’an, tentang murtad dijelaskan oleh Allah swt di antaranya pada surat al Baqarah ayat 217, dimana Allah swt berfirman: “Waman yartadid minkum ‘an diinihi
Fayamut wa hua kaafirun fa ulaaika habithat ‘amaalukum fi al dunyaa wa al akhirati wa ulaaika ashhaabu al naari hum fiihaa khaaliduuna.” Artinya, “Dan siapapun yang murtad di antara kamu dari agamanya, kemudian dia mati, maka dia kafir.
Maka gugurlah amal amal mereka di dunia dan di akhirat dan mereka mereka itu menjadi penghuni neraka dan mereka kekal di dalamnya.”
Di dalam ajaran Islam, menjaga dan merawat Islam pada diri ummatnya adalah merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Karena di dalam iman dan aqidah Islam,diyakini hanya Islam satu satunya agama yang diterima di sisi Allah swt (surat Ali Imran ayat 19).
Dan bagi setiap ummat Islam, telah diharamkan atas mereka perbuatan murtad atau konversi agama. Hal itu sesuai dengan larangan Allah swt yang termaktub di dalam surat Ali Imran ayat 102, yang berbunyi:”WALA TAMUUTUNNA ILLA WA ANTUM MUSLIMUUN” yang artinya, JANGANLAH KAMU SEKALIAN MATI, KECUALI DALAM KEADAAN ISLAM”.di dalam surat Ali Imran ayat
85, Allah swt berfirman, yang artinya, “siapapun yang mencari agama selain dari Islam, maka tidaklah diterima daripadanya dan dia di hari akhirat akan menjadi orang yang rugi.”Di dalam kitab kitab tafsir yang mu’tabar, seperti kitab tafsir al Qur’an al ‘Adzim imam Abul Fida’ Ismail bin Katsir, “minal khaasiriin” di dalam surat Ali Imran ayat 85 itu, dimaksudkan bagi para pencari agama selain Islam, ia akan menjadi bahagian dari penghuni neraka.
Oleh karenanya, berdasarkan ayat ayat al Qur’an di atas, ummat Islam diharamkan murtad atau keluar dari agama Islam.Ummat Islam yang telah murtad, di dalam ajaran Islam, jika ia tidak bertobat, yaitu kembali memeluk Islam, maka di akhirat ia akan masuk ke dalam neraka.
Di dalam tatanan ketatanagaraan kita, pemerintah Republik Indonesia telah membuat sebuah regulasi yang sangat apik, yang mampu mendatangkan rasa nyaman berbagai komunitas anak bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika, yaitu yang diatur di dalam Surat Keputusan Bersama Dua Menteri, Nomor 1 Tahun 1979,tentang Tatacara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri Kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia, khususnya Pasal 4 yang melarang dengan tegas, menyiarkan suatu agama kepada orang atau kelompok orang yang telah memiliki agama yang berbeda dengannya.
Surat Keputusan Bersama Dua Menteri itu, dikeluarkan oleh menteri Agama pada masa itu, yaitu H. Alamsyah Ratu Prawiranegara dan menteri Dalam Negeri era itu, yaitu H. Amir Mahmud, SKB Dua Menteri itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 1979.Berdasarkan SKB Dua Menteri itu, jelas tentang adanya larangan bagi orang yang tidak seagama, mengajarkan agama kepada orang atau kelompok orang yang telah beragama.Ini artinya, ada etika atau adab berbangsa dan bernegara yang sangat jelas, tentang penyiaran agama yang telah diatur oleh regulasi negara dalam rangka berkaitan dengan penyiaran agama bagi yang telah beragama yang tidak seagama.
Oleh karenanya, diharapkan kepada semua pihak selaku anak bangsa, hendaknya memperhatikan benar dan mempedomani dengan baik, SKB Dua Menteri ini.
Diharapkan kepada semua komponen anak bangsa, agar dapat dengan sungguh sungguh mewujudkan kenyamanan beragama, dan merawat ke Bhinekaan. Prinsip “Jangan pernah mencangkul di ladang orang, tetapi mencangkullah di ladang sendiri”, sepertinya masih harus terus diingatkan, agar kebersamaan, kenyamanan dan kerukunan antar ummat beragama dan antar ummat beragama dengan pemerintah dapat terus berlangsung secara mengabadi. Wallahu’alam




