NO FASTING artinya tidak puasa. Di dalam ajaran Islam orang yang tidak berpuasa dapat diklasifikasikan menjadi tiga bahagian.Pertama, tidak berpuasa, karena yang bersangkutan bukan orang yang beriman.Kedua, beriman, tetapi tidak berpuasa, karena kondisi iman yang tidak “sehat,” sehingga tidak merespon seruan Allah swt untuk menjalankan puasa.Ketiga, beriman, tetapi tidak puasa. Karena adanya uzur syar’i yang dibolehkan oleh syari’at Islam. Untuk katagori kedua, yaitu beriman tetapi tidak mau berpuasa di dalam bulan Ramadhan tanpa adanya uzur syar’i, maka yang bersangkutan berdosa besar dan puasa yang sengaja ditinggalkan itu tidak dapat ditebus meskipun dengan berpuasa sepanjang satu tahun.Hal ini merujuk kepada hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah, di dalam Musnad Ahmad, juz tiga, halaman 495, nomor hadits, 505, 9915,.10086, dan 10087, Nabi saw bersabda, “Man afthara yauman min Ramadhana ghaira rukhshati wala maradhi lam yaqdhihi shaumu dahri kullihi wain shaamahu.” Artinya, “siapa yang membatalkan puasa satu hari di dalam bulan Ramadhan tanpa keringanan dari syari’at dan bukan karena sakit, maka tidak bisa digantikan oleh puasa satu tahun seluruhnya, walaupun ia benar benar puasa satu tahun penuh.” Ini artinya, puasa yang sengaja ditinggalkan tanpa uzur syar’i, merupakan dosa besar, yang tidak dapat diganti dengan mengqdhanya, apalagi dengan fidyah dan dam atau tebusan lain.Imam al Thabrani di dalam Mu’jamul Kabir dan Mu’jamul Ausath, meriwayatkan dengan shahih dari Abdullah bin Mas’ud, bahwa Nabi saw., bersabda, “Siapapun yang tidak berpuasa satu hari di bulan Ramadhan tanpa rukhsah (uzur syar’i), maka ia akan ketemu Allah swt dalam keadaan tidak puasa itu, meskipun ia menebusnya dengan melakukan puasa satu tahun.Maka jika Allah menghendaki, Ia akan mengampuninya, dan jika tidak, Allah akan menyiksanya.” Ada beberapa hadits maudhu’ atau palsu, yang menyebutkan puasa Ramadhan yang ditinggalkan dengan sengaja tanpa uzur syar’i bisa ditebus dengan menyembelih satu ekor unta atau memberi tiga puluh sha’ kurma bagi orang fakir dan miskin.
Hadits yang diriwayatkan oleh imam al Daraquthni dari Jabir bin Abdillah itu, adalah hadits maudhu’ (palsu), karena ada sanadnya yang bernama Muqatil bin Sulaiman yang mendapat jarh matruk (tertuduh pendusta) dan kadzab (pendusta).Di samping itu, ada sanad lain yang bernama al Harits bin Ubaid al Kalai, yang oleh imam al dzahabi di dalam kitabnya, Mizanul ‘Itidal dijarh dengan dha’if jidan (lemah sekali).
Imam al Daraquthni juga meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik, yang menyebutkan, jika sengaja tidak puasa satu hari di bulan Ramadhan tanpa uzur syar’i, dapat di qadha dengan puasa tiga puluh hari, jika tidak puasa dua hari di qadha enam puluh hari, begitu seterusnya.Tetapi hadits ini juga maudhu’ (palsu).Karena ada sanadnya yang bernama Abdul Harits al Anshari.Ia adalah maula (mantan budak) Ibnu Abbas, yang terkenal sebagai sanad yang munkarul hadits (meriwayatkan hadits hadits munkar).
Selaku para hamba yang beriman, atas dasar iman, tentunya kita akan selalu menjaga ibadah puasa kita.Karena ibadah puasa adalah bagian dari seruan yang menyentuh keimanan dan juga salah satu ibadah yang diizinkan oleh Allah swt untuk memberikan syafa’at pada hari kiamat kepada yang menjalankannya. Wallahu’alam.




