REZEKI berasal dari bahasa Arab razaqa-yarzuqu-razqan. Merupakan kosa kata musytarak (satu kata yang memiliki banyak arti).Al rizqu adalah bentuk mufrad (kosa kata tunggal), bentuk jamaknya adalah Arzaaq. Rezeki artinya adalah pemberian, anugrah, upah, kekayaan, hujan, pusaka, warisan.Rezeki terbagi menjadi dua wujud yaitu, materi dan immateri.
Semua makhluk ciptaan Allah swt yang ada di bumi dijamin oleh Allah rezekinya (Surat Hud, ayat 6).Namun ada dari kalangan para hamba Allah yang resah dengan rezekinya.Hal itu karena gersangnya pemahaman agama dan rendahnya daya spiritualitas para hamba tentang rezeki.
Rezeki itu hadir dengan dua pola yang permanen dan tidak pernah berubah.Pertama, Rezeki hadir karena adanya kasab atau ikhtiar, misalnya melalui rasa syukur (QS.11:7), shadaqah (QS.2:254), aktifitas usaha (QS.53:39),istighfar (QS.10-11), shalat dhuha empat rekaat (H.R.Tirmidzi). Kedua, Rezeki hadir min haitsu la yahtasib(tanpa diduga duga).Dan rezeki itu kehadirannya ada yang bersifat linier dan ada juga yang bersifat zig zag, yaitu singgah dahulu ke orang lain baru sampai kepada yang bersangkutan.Oleh karenanya jangan kita beranggapan bahwa semua rezeki yang sampai kepada kita adalah sepenuhnya milik kita, bisa jadi di dalamnya ada rezeki orang yang harus kita keluarkan, baik berwujud zakat, shadaqah, infaq, maupun hadiah.
Di dalam rezeki para hamba selalu terselip titipan rezeki buat hambaNya yang lain.Metode perolehan rezeki dalam pandangan Islam, ada dua cara yaitu, pertama cara yang diridhai Allah swt., yang hasilnya disebut dengan halal lagi baik dan kedua, dengan cara cara yang dimurkai oleh Allah swt., yang hasilnya disebut dengan istilah haram lagi buruk.
Para hamba beriman yang memahami hakikat kehidupan, tentunya tidak tertarik dengan hal hal yang dimurkai oleh Allah swt., yaitu sesuatu yang haram lagi buruk, meskipun secara zahir dapat mewujudkan prestise dan kemegahan duniawiah.Rezeki yg haram, jika dikonsumsi oleh yang bersangkutan, lambat laun akan mendatangkan kemudharatan dan melahirkan banyak noktah hitam dalam batin yang bersangkutan dan keluarganya.
Para hamba harus pandai dalam memilih dan memilah rezeki, jangan sampai memilih yang haram dan dimurkai oleh Allah swt.”Makanlah yang halal lagi baik dan jangan ikuti langkah langkah syaithan, karena syaithan adalah musuh yang nyata bagimu,” begitulah Allah swt telah mengingatkan para hambaNya yang beriman di dalam al Qur’an, surat al Baqarah, ayat 168. Rezeki para hamba tidak akan pernah tertukar dengan rezeki hamba Allah yang lain, karena segala hal telah ditetapkan ketentuannya di sisi Allah swt (al Thalaq, ayat 3).Oleh karenanya jangan pernah iri pada rezeki orang lain, karena semuanya sudah ditetapkan oleh Allah swt secara proporsional dan tepat guna.Rezeki itu ada yang mengandung keberkahan dan ada pula yang tidak mengandung keberkahan.
Imam Ibnu Qayyim al Jauziyyah di dalam kitabnya al Da’wa wa Dawa’ menyebutkan, bahwa rezeki yang tidak nengandung keberkahan itu adalah rezeki yang diperoleh dengan cara cara kemaksiatan.Seperti menipu, mencuri, korupsi, rasywah, menggelapkan harta yang bukan haknya dan lain lain.Tidak berkahnya rezeki yang diperoleh dengan cara cara yang bathil menurut imam Ibnu Qayyim bukan hanya menghilangkan keberkahan umur, keberkahan agama dan keberkahan amal shalih, tetapi juga merupakan istidraj bagi yang bersangkutan.Secara zahir para hamba yang memperoleh rezeki secara bathil dan haram terlihat begitu mewah, senang, dan serba berkecukupan, namun disebalik itu semua, Allah swt akan menghukumnya secara sistemik dan berkelanjutan dalam wujud banyak duka nestapa yang akan dideritanya dalam perjalanan hidupnya di era depannya.
Perolehan rezeki haram senantiasa bersifat anomie (hampa nilai) dan hedonis (kenikmatan sesaat), dan akan masuk pada penderitaan yang berkepanjangan di dunia dan akhirat.Jumlah rezeki para hamba bersinergi dengan limit interval kehidupannya.Jika jatah rezeki yang telah ditetapkan atas para hamba dalam kehidupan alam dunianya telah habis, maka kematian akan segera hadir untuk merenggut kehidupannya. Wallahu’alam




