Ta’dzim adalah satu kosa kata di dalam bahasa Arab, yang artinya adalah memuliakan atau memberikan kemuliaan.Sedangkan Guree adalah bahasa Aceh, yang di dalam bahasa Indonesia artinya adalah guru.
Dengan demikian “ta’dzim ke guree” artinya adalah “memuliakan guru.”
Di dalam kehidupan sufistik, sikap memuliakan guru adalah bahagian dari adab atau akhlaq yang sangat dijunjung tinggi. Al Junayd al Baghdadi berkata, ketika Nabi Musa, a.s ingin berguru kepada Nabi Khaidir, a.s beliau menjaga syarat syarat akhlaq dan etika.
Pertama, Nabi Musa,a.s., memohon izin kepada Nabi Khaidir, a.s., untuk berguru kepadanya.Di dalam surat al Kahfi ayat 66, Allah Swt berfirman: “Musa berkata kepada Khaidir, bolehkah aku mengikutimu agar kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu ilmu yang telah diajarkan kepadamu.”
Setelah Nabi Khaidir,a.s mengizinkan, beliaupun kemudian memberi syarat. Di antara syarat yang diajukan oleh Nabi Khaidir,a.s. kepada Nabi Musa,a.s adalah, pertama agar tidak menentangnya dalam segala hal. Kedua, agar tidak memprotes apapun keputusannya.Tatkala Nabi Musa,a.s memperlihatkan sikap menentang dan memprotes kebijakan Nabi Khaidir,a.s., maka Nabi Khaidir,a.s dengan tegas mengatakan kepada Nabi Musa,a.s : “Inilah perpisahan antara aku dan kamu.”(Surat al Kahfi ayat 78).
Syekh Abu Ali al Daqqaq mengatakan, barang siapa berguru kepada salah seorang guru, kemudian di dalam batinnya ada konflik, maka janji batin pertalian guru dan murid telah rusak dan ia wajib meminta maaf kepada gurunya dan memohon ampunan kepada Allah Swt karena telah memprasangkai guru yang telah memberinya banyak ilmu.
Salah satu hakikat bentuk ta’dzim ke guree dapat dicermati dari kisah yang terjadi antara al Junayd al Baghdadi dengan gurunya Sary al Saqathy. Al Junayd mengatakan, bahwa pada suatu hari, guruku (Sary al Saqathy) memerintahkan sesuatu kepadaku, dan aku bergegas memenuhi kebutuhannya.
Maka pada saat aku kembali kepadanya, ia memberiku secarik kertas, sembari mengatakan, inilah kedudukan pemenuhanmu atas kebutuhanku, yang dengan begitu cepatnya engkau merespon. Lalu aku baca tulisan di atas kertas pemberian guruku itu, ternyata di situ tertulis: “Aku mendengar orang yang berjalan di Padang pasir bernyanyi, sedangkan aku menangis, dan tahukah engkau mengapa aku menangis? Aku menangis karena ketakutan bila batinmu sebagai murid memisahkan diri, dengan diriku sebagai guru, karena jika itu terjadi, maka berkah ilmu dalam batin murid akan rusak, cahaya akan memudar, dan selanjutnya menjadi sirna, sia-sialah kehadiran rentang waktu yang pernah hadir dalam bingkai kehidupan murid dan guru. “Al Junayd meneteskan air mata membaca secarik kertas pemberian sang guru kepadanya, begitu ta’dzimnya al Junayd kepada gurunya Sary al Saqathy.
Syekh Ahmad bin Yahya Al abiwardy mengatakan, barang siapa mendapatkan ridha dari gurunya, maka ia akan terpelihara dari penyimpangan kehidupan, karena Allah swt mendatangkan keberkahan melalui ilmu yang diberikan gurunya kepadanya dengan ikhlas. Mudah mudahan kita dapat mewarisi sikap terhormat, untuk senantiasa ta’dzim ke guree. Aamiin, wallahu’alam.




