Talwin dan Tamkin

Talwin dalam nomenklatur tasawuf adalah sifat bagi orang orang yang memiliki behaviour atau tingkah laku tahapan (masih berproses atau masih dalam perjalanan).

Sedangkan tamkin adalah sifat orang yang telah sampai kepada tatanan ahli hakikat. Seorang hamba Allah Swt yang masih berjalan bertaqarub kepada Allah swt, maka dialah pemilik talwin karena di dalam masa perjalanannya itu masih akan menjumpai tahapan demi tahapan.

Ia masih akan berpindah dari satu maqam ke maqam yang lainnya, bergeser dari satu predikat kepada predikat yang lain, keluar dari satu satu terminal ke persimpangan jalan ruhani yang lain.

Tetapi jika dia telah sampai, maka dia akan merasakan dan menikmati ketenangan atau tamakin. Orang yang berada pada tahap talwin selalu mendapatkan tambahan pengalaman batin keagaamaan, sedangkan orang yang telah sampai pada tahap tamkin tidak ada lagi tambahan pengalaman batin keagamaan karena telah sampai ke tujuan (wushul), kemudian bersambung (ittishal) secara terus menerus.

Tanda seorang hamba telah sampai pada tujuan adalah ketenangan yang ada pada jiwanya.

Imam al Qusyairy menuliskan :
” Berakhirlah pengembaraan para pencari menuju kemenangan dalam jiwanya, yaitu kemenangan yang mendatangkan ketenangan dan ketentraman.”

Syekh Abu Ali al Daqqaq r. a berkata bahwa prinsip kaum sufi dalam menjaga keberlangsungan tamkin (ketenangan), bertumpu pada dua hal, yaitu pertama seperti yang disabdakan Nabi Saw dalam sebuah hadits qudsi :” jika kamu permanen dalam ketenangan sebagaimana adanya, kamu dalam ketenangan di sisi – Ku, niscaya dalam kondisi seperti itu, malaikat akan menjabat tanganmu.”(Riwayat Imam Muslim dan Tirmidzi).

Kedua, sah berada pada kondisi permanen dalam ketenangan, mengingat begitu banyaknya cobaan dan rintangan bagi para hamba yang bertaqarrub kepada Allah swt sebelum akhirnya dimana dia bisa berada dalam kondisi tamkin.

Seorang hamba Allah Swt yang telah mencapai tahap tamkin, maka Allah Swt tidak akan mengembalikan dia kepada penyakit penyakit nafsu, kondisi seperti itu disebut mutamakin dalam haliyah ( dimana perilaku ruhaninya menurut proporsi dan hak yang dianugrahkan Allah swt kepada dirinya). Wallahu’alam