Tawajud, Wujd Dan Wujud

Tawajud dalam pengertian tasawuf adalah upaya memohon hadirnya nikmat luapan kelezatan ruhani melalui berbagai riyadhah (mengolah batin melalui banyak beribadah kepada Allah swt).

Seorang salik (penempuh jalan ruhani) yang telah memiliki derajat tawajud belumlah dipandang sempurna wujd-nya, karena jika ia sempurna tidak lagi disebut tawajud melainkan akan disebut wajid.

Wujd dalam pandangan sufistik adalah suasana kelezatan ruhani yang dirasakan oleh hamba yang mengupayakan dan memohon tawajud. Wujd secara sederhana dapat dipahami sebagai ekstase ruhani melalui riyadhah hamba yang sedang tawajud. Terkadang
Orang orang sufi mengatakan wujd adalah bentuk persesuaian hati, sedangkan al mawajid (jama’ dari al wujd) merupakan buah atau hasil dari wirid.

Syekh Abu Ali Daqqaq mengatakan bahwa sesuatu yang sampai ke dalam hati itu, muncul dari sisi wirid. Sehingga siapapun yang tidak wirid dengan lahiriyahnya, maka tidak wirid pula dalam sir-nya. Yang harus dipahami dengan benar adalah bahwa rasa manis yang dirasakan oleh batin itu merupakan hasil atau produk dari muamalat sedangkan mawajid atau wujd adalah karunia Allah swt sebagai hasil dari riyadhah batin.

Adapun Wujud, merupakan suatu kondisi setelah menapaki tahapan wujd. Dalam teori sufistik Wujudul Haq tidak dapat digapai kecuali dengan menenggelamkan unsur unsur manusiawi. Di dalam konteks ini, al Junayd al Baghdadi mengatakan bahwa ilmu tauhid merupakan wahana penjelasan bagi eksistensi-Nya, dan eksistensi-Nya merupakan wahana bagi ilmu-Nya.
Tawajud adalah permulaan, wujd adalah suasana perantaraanya, sedangkan wujud adalah akhirnya.

Syekh Abu Ali al Daqqaq mengatakan, tawajud mengharuskan adanya cela seorang hamba, wujd mengharuskan ketenggelaman hamba dan wujud mengharuskan sirnanya hamba.

Agar lebih mudah dapat diumpamakan, memandang lautan itu tawajud, mengarungi lautan itu wujd dan tenggelam menyelam ke dalam lautan itulah wujud. Wallahu’alam