Maqam

Maqam dalam tulisan ini bukanlah berarti kuburan seperti lazimnya dipahami oleh kebanyakan masyarakat di Nusantara.

Maqam yang dimaksud di sini adalah sebuah etape atau tahapan adab (akhlaq) seorang hamba dalam wushul (bertaqarub) kepada-Nya, dengan berbagai ikhtiar yang diwujudkan dengan suatu tujuan beribadah, mengabdi dan berbakti kepada Allah Swt.

Seorang hamba Allah Swt tidak akan meningkat maqamnya, jika tidak terpenuhi prosedur dan tahapan yang mesti dijalaninya. Seorang hamba Allah Swt, tidak dapat mencapai maqam tawakal jika belum sepenuhnya menapaki maqam qana’ah.

Bagi yang belum sepenuhnya bertawakal tidak mungkin bertaslim. Sedangkan yang tidak bertobat, tidak akan berinabah. Begitu pula hamba yang tidak wara’ tidak akan berzuhud. Begitulah Imam al Qusyairy al Naisabury Al Syafi’i menjelaskan di dalam kitabnya Al Risalah Al Qusyairiyyah Fi ‘Ilmi Al Tasawufi, hal. 23.

Imam Al Qusyairi adalah ulama sufi bermadzhab Syafi’i yang lahir di Astawa tahun 376 Hijriyah dan wafat di Naisabur pada tahun 465 Hijriyah dalam usia 87 tahun.

Al Maqam berarti Iqamah (menegakkan) sebagaimana kata Al Madkhal yang berarti Idkhaal (memasukkan) dan Al Makhraj yang berarti Al Ikhraaj (mengeluarkan).

Maqam adalah sebuah struktur bangunan ruhani yang benar dan tahapan riyadhah spiritualitas yang memiliki pondasi kokoh untuk bisa menuju kepada tatanan kesempurnaan ketaatan dan pengabdian kepada Allah swt.

Untuk menjaga dan meningkatkan maqam, perlu menjaga ketaatan kepada Allah swt secara prima dan tidak terjebak kepada ta’ajub (rasa kagum) pada apa yang telah dicapai diri.

Al Wasithy menjelaskan, agar salik (orang yang sedang menempuh jalan) untuk bertaqarrub kepada Allah Swt agar berhati hati untuk tidak terperdaya oleh permainan syaithan, jin dan iblis melalui hal-hal ghaib yang mereka nampakkan, sebagai upaya tipu daya agar salik terlalaikan dan tersesatkan dari jalan Allah.