LOGO AZZAWIY Langsa

SINOPSIS

Abu Chik Diglee

image

Zakat Fithrah

Oleh : Abu Chik Diglee

ZAKAT FITHRAH dalam nomenklatur Nabi saw disebut Zakat al Fitri (H.R.Bukhari dari Abu Hurairah dan Ibnu Abbas). Dalam terminologi syar’iyyah, Zakat Fithrah adalah zakat yang ditunaikan di penghujung Ramadhan sampai batas waktu sebelum shalat Idul Fitri ditegakkan.Cara menunaikannya dalam bentuk Quutul Bilad atau makanan pokok anak negeri.Bentuk konkritnya bisa tamar (kurma), sya’ir (gandum), burr (jelai atau jewawut), zabiib(kismis atau anggur kering), aqthun atau jubnun(keju), qamhun atau daqiiqun (tepung gandum), dan semua jenis makanan pokok masing masing anak negeri di negerinya.

Semua makanan pokok anak negeri atau quutul bilad dikeluarkan zakat fitrahnya sebanyak satu Sha’ kecuali Qamhun atau Daqiiqun (tepung gandum). Di dalam madzhab Hanafi, qamhun atau daqiiqun (tepung gandum) dikeluarkan zakat fithrahnya Nishfu Sha’ (setengah Sha’).

Sha’ adalah manthuq (redaksi atau matan hadits) yang mafhumnya(pemahaman nya) di dalam madzaahib al arba’ah bervariasi.Satu Sha’ dalam mazhab Hanafi adalah 3.8 kg.Dalam madzhab Maliki dan Syafi’i satu Sha’ 2.75 kg.Dalam madzhab Hanabilah satu Sha’ 2.2 kg. Dan di dalam madzhab Hanafi jika mengeluarkan zakat fithrah dalam bentuk Qamhun atau Daqiiqun (tepung gandum) ukurannya Nishfu Sha’ (setengah Sha’) yaitu 1,9 kg bukan satu Sha’ atau 3,8 kg. (al Kaafi fil Fiqh al Hanafi, 3:695, karya imam Wahbi Sulaiman al Ghawaaji).

Dalam hal ini, perlu ada kecermatan dalam menela’ah, karena sering terjadi “salah lirik,” dimana melihat fiqh mazhab Hanafi dalam persoalan zakat fitrah dengan menggunakan kacamata madzhab lain, apakah Maliki, Syafi’i atau Hanabilah.Dampaknya adalah “ketidak sempurnaan pandangan,” karena memandang suatu mazhab dengan kacamata yang bukan madzhabnya.Agar pandangan menjadi sempurna, lihatlah suatu madzhab dengan kacamata madzhab itu sendiri, jangan menggunakan kacamata madzhab lain. Sehingga akan holistik dan tidak partial.

Ada perbedaan pandangan di dalam madzaahib al arba’ah berkaitan dengan apa yang harus ditunaikan dalam zakat fithrah itu.Menurut mazhab Maliki, Syafi’i dan Hanabilah,
zakat fithrah hukumnya wajib dan ditunaikan dalam bentuk Quutul Bilad (makanan pokok anak negeri), tidak boleh dalam bentuk uang atau harga dari makanan pokok.Pada sisi yang lain madzhab Hanafi dipandang lebih luwes dan fleksibel, yaitu membolehkan menunaikan zakat fitrah dalam bentuk quutul bilad dan qimah atau harga dari makanan pokok.Cara menunaikan zakat fithrah dalam bentuk qimah menurut mazhab Hanafi dibagi menjadi dua jenis.Pertama untuk makanan pokok anak negeri (quutul bilad), seperti kurma, gandum, jelai, kismis, dan keju digunakan ukuran satu sha’ Hanafi yaitu 3,8 kg.Artinya harga kurma, gandum, jelai, kismis, dan keju perkilogram dikali 3,8 kg. Sedangkan khusus untuk qamhun dan daqiiqun(tepung gandum) ditunaikan dengan ukuran setengah Sha’ Hanafi, yaitu 1,9 kg. artinya harga satu kg tepung gandum dikali 1,9 kg., itulah qimah yang harus ditunaikan. Selanjutnya, zakat fithrah yang ditunaikan setelah selesai shalat Idul Fithri tidak lagi dipandang sebagai zakat fithrah, melainkan telah beralih fungsi menjadi shadaqah, sebagaimana shadaqah shadaqah yang biasanya (H.R.imam Abu Daud dan imam al Daraquthny dari Ibnu Abbas).

Baca juga :   Firasat

Muzakki dalam zakat fithrah adalah seluruh orang Islam.Dan mustahiqnya adalah para fakir dan miskin (H.R.imam Abu Daud dari Ibnu Abbas).Di dalam hadits riwayat imam Ahmad dan imam Abu Daud dari Abu Hurairah dan Tsa’labah bin Abi Shaghir dari Abi Shaghir, Nabi saw menyebutkan orang fakir juga menjadi muzaki zakat fithrah, setelah kebutuhannya tercukupi dari pemberian zakat fithrah orang lain sebelum shalat Idul Fithri ditegakkan. Nabi saw bersabda, “Dan adapun orang fakir kamu (yang menunaikan zakat fithrahnya setelah ia tercukupi oleh zakat fithrah dari orang lain),maka Allah akan mengembalikannya dengan yang lebih banyak dari yang diberikannya.”

Substantif dari zakat fithrah adalah tercukupinya kebutuhan para fakir dan miskin, sehingga tidak ada fakir dan miskin yang berkeliling meminta minta di hari raya Idul Fithri (H.R.imam al Baihaqi dari Ibnu Umar). Wallahu’alam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts

Sinopsis Abu Chik Diglee

Abu Chik Diglee

Tgk. Dr. H. Zulkarnain, MA

Abu Chik Diglee, nama lengkapnya Tgk. H. Dr. Zulkarnain, MA. Selain memimpin Majelis Ratib Haddadiyah, Abu Chik Diglee menjabat sebagai Ketua Prodi Hukum Keluargan Islam (HKI) Pascasarjana IAIN Langsa.

Popular Sinopsis Abu Chik Diglee

Politik itu

Related Posts

Post Terbaru